Friday, November 27, 2015

Pengalaman Menjadi Talent Iklan Trenzing Topic November 2015

Hi all! Apa kabar nih semuanya? Semoga sehat-sehat yah! Kali ini gue akan menyisipkan satu postingan yang menurut gue unik dan ngga ada hubungannya sama travelling, yaitu pengalaman jadi talent iklan lagi! Hehehe... Kira-kira kali ini gue berperan sebagai apa yah? Penasaran? Yuk, mari disimak!
Hai! v(=^0^=)v
Sebelumnya gue ingin flashback sedikit dulu yah! Pengalaman pertama gue menjadi talent iklan adalah bulan September lalu dengan brand yang sama seperti sekarang. Kalau dulu gue berperan sebagai Pak Lurah, maka kali ini gue kedapatan peran yang mengejutkan! Hahaha... Apa itu? Sabar yah, nanti gue ceritain detail di paragraf selanjutnya. Selain itu, bila di iklan yang terdahulu gue hanya tampil 3 detik, dan ada yang kecewa melihat penampilan gue yang singkat itu *pede mode on*, maka kali ini gue tampil dengan durasi yang lebih lama. Nah, kalau dulu muka gue emang sengaja dibikin ganteng, kali ini lebih dibikin ancur. Walah, malah makin penasaran yah? Oke deh, gue mulai ceritanya yah...
Gue sebagai Pak Lurah di Iklan Sebelumnya
Jadi gini, temen-temen talent di iklan sebelumnya ditawari lagi untuk jadi talent di iklan kali ini. Ada juga beberapa pemain baru. Nah, iklan kali ini ada 2 tema, yaitu pernikahan Chelsea dan Halloween. Nah, menurut kalian kira-kira gue berperan sebagai apa nih? Hahaha... Kalau liat fotonya pasti langsung tau. Hahaha... Yap betul! Sebagai Bapak Ponco. Sedangkan yang menjadi Neng Kuntinya adalah temen kantor juga, sebut saja Kak Farah. Itu juga agak dadakan sih dipilihnya, karena ngga ada yang mau jadi Neng Kunti. Hehehe...
Bapak Ponco dan Neng Kunti
Sebelum proses shooting, kami, para talent diminta persetujuannya untuk berperan lagi di iklan kali ini. Lalu bagi yang setuju, diberikan script yang harus dihafalkan beberapa hari sebelumnya.
Foto Setelah Di-Make-Up
Di hari H, proses shooting dimulai dari pagi hari. Pengambilan gambar dilakukan di beberapa spot kantor dan gue kedapetan scene di gudang. Wardrobe dan segala peralatan yang dibutuhkan sudah disiapkan oleh teman-teman, bahkan sampe ke make-up make-upnya. Hahaha... Keren juga sih menurut gue. Walaupun persiapannya singkat, tapi proses shooting berjalan lancar dan tidak ada gangguan. Sebenernya gue agak deg-deg-an sih karena temen-temen gue pada ngeliatin, apalagi disediain monitor untuk memantau gambar dari kamera. Wah, makin keliatan ancur dah gue! Tapi demi yang namanya profesionalitas, tentu gue harus melawan rasa canggung gara-gara diliatin. Azek! Hehehe... Dan setelah menunggu hampir satu bulan lamanya, maka jadilah sebuah iklan seperti di bawah ini! Cekidot yah!


Demikianlah pengalaman gue menjadi talent iklan untuk yang kedua kalinya. Semoga ke depannya gue bisa dapat kesempatan lagi, syukur-syukur durasi nongolnya lebih lama. Hahaha... *ngarep* Terima kasih sudah membaca! Enjoy~!! \(^0^)/

Monday, November 23, 2015

Makam Raja-Raja Mataram Imogiri, Jogja

Hai hai... Apa kabar semuanya? Kali ini gue ingin meng-update destinasi wisata menarik lainnya yang ada di Jogja, yaitu Makam Raja-Raja Mataram Imogiri.
Bentuk Gerbang Masing-Masing Makam
Gue berangkat dari Jakarta pada tanggal 19 malam dan kembali lagi di Jakarta pada tanggal 22 November 2015. Salah satu destinasi menarik yang gue kunjungi di Jogja adalah Makam Raja-Raja Mataram Imogiri. Ada apa ajah sih di sana? Tapi sebelumnya ijinkan gue menceritakan sedikit sejarahnya dulu yah. Cekidot!
Gerbang utama menuju pintu masuk makam
Makam raja-raja Mataram atau lebih dikenal dengan Makam Imogiri terletak di desa Ginirejo, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Makam ini mulai dibangun sekitar tahun 1632 sampai 1640 Masehi oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, Sultan Mataram yang ke-3, keturunan dari Panembahan Senopati, Raja Mataram pertama. Hingga saat ini makam-makam tersebut tetap dilestarikan dan sering dikunjungi oleh masyarakat Jogja dan para wisatawan dari berbagai daerah. Pemakaman ini merupakan salah satu objek wisata andalan di Imogiri yang menjadi bagian dari berbagai keunikan pariwisata di Yogyakarta.
Gerbang menuju ke makam raja-raja
Menurut sejarah, makam Imogiri sebenarnya bagian dari bangunan Keraton Kasultanan. Makam para raja ini terletak di atas perbukitan. Setelah Kerajaan Mataram Islam mengalami perpecahan dan terbagi menjadi 2, yaitu Kasunanan yang terletak Surakarta dan Kasultanan yang berada di Yogyakarta, maka makam Imogiri pun juga terpecah menjadi 2 bagian. Untuk bagian sebelah Barat digunakan sebagai tempat pemakaman bagi para raja-raja yang berasal dari Kasunanan Surakarta. Sedangkan untuk bagian Timur digunakan sebagai tempat pemakaman para raja yang berasal dari Kasultanan Yogyakarta.
Penampakan anak tangga dari atas
Raja Mataram yang pertama kali dimakamkan di makam Imogiri ini adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo, beliau telah berpesan bila kelak beliau mangkat atau wafat minta untuk dimakamkan di tempat tersebut. Sampai sekarang para raja baik dari Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta yang telah mangkat, semua dimakamkan di pemakaman Imogiri ini. Komplek pemakaman Imogiri memiliki luas sekitar 10 hektar. Di tempat ini tidak hanya terdapat makam persemayaman para raja-raja saja, melainkan juga ada masjid, gapura, kelir (sebuah bangunan yang digunakan sebagai pembatas pintu gerbang), padasan (tempat unutk berwudhu yang biasa diisi satu tahun sekali lebih tepatnya di bulan Suro), dan juga sebuah kolam yang terletak di sekitar masjid.
Ini anak tangga menuju makam, siapkan tenagamu guys!
Namun, untuk mencapai makam ini, siapkan tenaga yah teman-teman, karena sebelum tiba di makam para raja, kita harus naik tangga sebanyak hampir 400 anak tangga (setidaknya itu yang berhasil gue hitung). Hehehe... Sayangnya, saat gue tiba di sana, pintu gerbang menuju ke masing-masing makam dikunci sehingga gue tidak bisa mengunjungi makam masing-masing raja. Oh iya, jika kalian berziarah ke tempat ini, jangan lupa untuk membeli buku tipis berisi sejarah makam Imogiri ini. Mungkin hal ini ga penting buat kalian, tetapi yang menjual rata-rata adalah nenek-nenek yang sudah berusia lanjut. Dengan hanya mengeluarkan 5 ribu rupiah saja, kita dapat membantu mereka. Yah, itung-itung amal sih. Hehehe...
Denah Makam Raja-Raja Mataram Imogiri
Demikianlah cerita gue mengunjungi makam raja-raja di Imogiri. Semoga dapat menambah wawasan kita mengenai tempat-tempat wisata yang ada di Jogja. Terima kasih sudah membaca. Enjoy~!! \(^0^)/

Tuesday, November 10, 2015

Upacara Adat Merti Dusun Candi Winangun, Jogja

Hai semuanya! Apa kabar nih? Semoga kita semua selalu dilindungi oleh Yang Mahakuasa yah! Pada postingan kali ini, gue ingin mencoba melakukan ekspansi dengan memasukkan tema postingan yang baru. Biasa gue bercerita mengenai travelling, tapi kali ini, gue akan membahas hal yang lebih dalam, yaitu travelling untuk melihat upacara adat budaya. Buat kalian yang ngaku cinta budaya Indonesia dan punya jiwa nasionalis yang tinggi, kalian kudu baca postingan kali ini. Hehehe... Lanjut!
Jadwal Acara Merti Dusun Candiwinangun
Baru sekitar 3 minggu lalu gue travelling ke Jogja dan Ambarawa dan kali ini gue melakukan travelling ke Jogja lagi. Namun kali ini tujuannya berbeda, yaitu meliput upacara adat di Jogja. Karena cuti yang gue punya tinggal 1 hari, maka kali ini gue melakukan travelling hanya di weekend. Berangkat menggunakan kereta api dari Jakarta hari Sabtu pagi dan kembali tiba di Jakarta Senin subuh dengan menggunakan kereta api juga. Hehehe... Okelah, daripada kelamaan basa-basi, langsung ajah yah gue ceritakan upacara adat seperti apa sih yang kali ini gue ikuti. Cekidot ya!
Barisan Pasukan Ala Keraton Yogyakarta
Upacara adat yang gue ikuti ini disebut Merti Desa atau Merti Dusun. Sebelum gue bercerita seperti apa rangkaian acara adat ini, gue akan coba jelaskan secara singkat pengertian dari Merti Dusun. Merti Dusun sering disebut juga dengan bersih desa, hakikatnya sama dengan makna simbol rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta atas apa yang telah diberikan. Karunia tersebut dapat berupa rezeki yang melimpah, keselamatan, ketentraman, serta keselarasan hidup. Masyarakat Jawa percaya ketika sedang dilanda duka dan musibah pun masih banyak hal yang pantas disyukuri. Ada banyak cara untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta seperti tradisi Merti Dusun. Ungkapan rasa syukur salah satunya berbentuk Gunungan yang merujuk dan menyerupai bentuk sedekah seperti upacara Grebeg.
Badut-Badutan yang sedang ngehits ini turut memeriahkan acara Merti Dusun
Acara Murti Dusun dimulai hari Sabtu malam, dimulai dengan dangdutan bersama ala-ala Pantura. Udah kebayang banget khan gimana suasana panggung yang diisi oleh biduan-biduan bohay nan seksi. Tapi mohon maap nih guys, karena ini topiknya membahas mengenai budaya, maka bagian ini gue skip yah! Biarlah gue yang nikmati sendiri. Ehe... Next!
Dangdutan ala Pantura. Tariiikkk Maaang~!!
Pagi harinya sekitar pukul setengah 8, para warga sudah berkumpul di lapangan yang lokasinya tak jauh dari rumah nenek gue. Gue bersama nyokap berjalan kaki menuju ke lapangan. Di lapangan, para warga yang berkumpul menggunakan pakaian tradisional Jogja dan ada sekumpulan pasukan ala Keraton Yogyakarta. Acara Merti Dusun pagi itu dibuka oleh lurah Candiwinangun. Candiwinangun merupakan nama daerah dimana acara adat ini diadakan.
Nyokap gue berfoto bersama rekannya yang menggunakan pakaian tradisional Jawa
Setelah acara dibuka dengan sambutan dari lurah dan doa, 3 buah gunungan yang sudah dibuat oleh warga RW 11, 12, dan 13 diarak keliling kampung. Sekitar pukul 10 pagi, rombongan sudah kembali ke lapangan yang menjadi titik awal keberangkatan, kemudian gunungan tersebut didoakan. Setelah didoakan, warga berebut sayuran dan buah-buahan dari tumpengan tersebut. Gue pun cuma kedapetan sebuah pisang, tapi tak apalah. Sayuran dan buah-buahan ini dianggap oleh warga memiliki berkah. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan kesenian jathilan atau kuda lumping.
Pemain Kuda Lumping
Jathilan dikenal juga sebagai Jaran Kepang atau Kuda Lumping. Di daerah lain, jathilan adalah sebuah seni pertunjukan yang berkembang luas di berbagai penjuru Yogyakarta. Dengan anyaman bambu yang dibuat menyerupai kuda, jathilan dipertunjukkan umumnya pada siang dan sore hari oleh sekelompok seniman yang terdiri dari penari dan pemain gamelan. Dahulu jathilan merupakan sebuah tarian ritual untuk memanggil roh kuda dan meminta keamanan desa serta keberhasilan panen. Menurut perannya dalam masyarakat Jawa, kuda melambangkan kekuatan, kepatuhan, dan sikap pelayanan dari kelas pekerja. Hal inilah yang menginspirasi seluruh pertunjukan jathilan yang menempatkan penari dengan kuda-kudaan sebagai pusat perhatian.
Aksi salah satu pemain jathilan yang sedang kesurupan
Pertunjukkan jathilan sering diidentikan dengan pertunjukkan yang berbau mistis karena memanggil roh untuk merasuki para penari dan menggunakan dukun yang sering disebut sebagai pawang. Namun, di sinilah letak serunya pertunjukkan ini. Seiring dengan perkembangan jaman, pertunjukan ini juga berkembang. Pada pertunjukan jathilan kali ini, terdapat penari perempuan. Penari perempuan memang jarang ditemukan saat pertunjukan jathilan pada umumnya. Pertunjukan jathilan kali ini terdiri dari 4 babak. Namun karena gue harus ke stasiun karena kereta api menuju Jakarta berangkat pukul 6 sore, maka gue hanya menyaksikan 3 babak saja dan tidak menonton jathilan sampai selesai.
Aksi para pemain Kuda Lumping
Demikianlah postingan gue mengenai adat Merti Dusun. Semoga postingan ini memberikan wawasan bagi kita semua sebagai bangsa Indonesia bahwa bangsa yang kaya ini memiliki beragam suku serta adat istiadat dan dapat meningkatkan rasa nasionalisme kita sebagai bangsa yang besar. Terima kasih sudah membaca blog gue ini dan nantikan postingan gue selanjutnya karena di bulan November ini akan ada postingan seru lainnya di setiap minggunya! Enjoy~!! \(^0^)/
Barisan pasukan ala Keraton Yogyakarta
Salah satu gunungan yang akan diarak keliling kampung
Kata sambutan oleh Pak Lurah (yang pakai baju pink)
Persiapan sebelum keliling kampung
Warga yang mengikuti perarakan keliling kampung
Ramainya acara Merti Dusun Candiwinangun
Keliling Kampung Candiwinangun
Barisan Pasukan ala Keraton Yogyakarta
Warga keliling kampung Candiwinangun
Barisan Pasukan ala Keraton Yogyakarta
Persiapan sebelum Gunungan diserbu warga
Warga berebut Gunungan yang dianggap memiliki berkah
Salah satu Gunungan yang diserbu warga
Aksi para pemain Kuda Lumping
Salah satu pemain jathilan yang kesurupan saat sedang beraksi
Pemain gamelan
Pemain gamelan tradisional
Pemain jathilan perempuan
Aksi salah satu pemain jathilan perempuan